Lensa Nasional – Pasangan Muhammad Farhan dan Erwin, yang menjadi calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung dengan nomor urut 3, tengah menjadi perbincangan hangat karena sejumlah kontroversi yang menyertai perjalanan karier mereka. Meskipun membawa visi baru untuk Kota Bandung, jejak masa lalu keduanya kerap mendapat kritik yang berpotensi memengaruhi pandangan publik dalam pemilihan ini.
Salah satu isu yang menyorot perhatian adalah keterlibatan Farhan dalam proyek-proyek media yang dianggap lebih berorientasi pada kepentingan komersial ketimbang kepentingan masyarakat luas. Sebagai figur dengan latar belakang di industri media, Farhan dikritik karena beberapa programnya dinilai hanya mengejar keuntungan tanpa memberikan dampak signifikan bagi masyarakat.
Masyarakat pun mempertanyakan, apakah pengalaman Farhan di dunia media dapat benar-benar diterapkan dalam kepemimpinan yang berpihak pada masyarakat umum?
Sementara itu, Erwin, yang maju sebagai calon wakil wali kota, juga mendapat sorotan terkait sejumlah keputusan yang ia buat di masa lalu. Widianto, seorang warga Bandung, mengungkapkan pendapatnya tentang Erwin. Menurutnya, Erwin kurang menunjukkan kedisiplinan dan kerap mengambil keputusan yang dinilai terlalu bebas, sehingga tak jarang gagal menempatkan prioritas pada hal yang tepat.
“Saya netral dalam pemilihan kali ini, tetapi ada beberapa hal yang menurut saya kurang pas dari Pak Erwin. Memang, ia punya visi yang baik, yakni memimpin tanpa batasan, tetapi kekurangannya, ia tidak selalu bisa menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsinya,” ujar Widianto dalam wawancara pada Jumat (18/10/2024).
Widianto juga mengingatkan akan sebuah insiden beberapa tahun lalu, yang menjadi alasan pandangannya terhadap Erwin.
“Misalnya, pernah ada kejadian kecelakaan ambulans yang melibatkan pihak Pak Erwin. Ambulans tersebut menabrak rumah warga, dan setelah ditelusuri, pengemudinya adalah seorang pemuda yang belum cukup umur, yang juga merupakan anggota ormas,” jelasnya.
Menurut Widianto, seorang pemimpin harus memiliki kebijaksanaan dalam bertindak, meskipun ingin menerapkan gaya kepemimpinan yang lebih bebas.
“Pemimpin yang baik harus bisa mengatur prioritas dengan bijaksana, meskipun ia ingin memimpin tanpa batasan. Tidak bisa sembarangan dalam mengambil keputusan,” pungkasnya.